HUKUM MENGUCAPKAN ‘SELAMAT NATAL’.
Hukum seorang muslim mengucapkan ‘Selamat Natal’ kepada kaum Nasrani adalah haram dan termasuk menyesuaikan dengan syiar mereka (muwafaqah fi syi’arihim) yang diharamkan. Namun apabila terdapat kondisi yang mendesak, seperti pejabat publik, tokoh masyarakat, atau individu yang tertuntut untuk mengucapkannya, maka diperbolehkan sebatas untuk menjaga keharmonisan sosial. Imam As-Subki menjelaskan:
فَلَوِ اقْتَضَتْ مَصْلَحَةُ الْمُسْلِمِيْنَ إِلَى ذَلِكَ وَاشْتَدَّتْ حَاجَتُهُمْ إِلَى مَنْ يَفْعَلُهُ فَالَّذِيْ يَظْهَرُ أَنَّهُ يَصِيْرُ كَالْإِكْرَاهِ
“Apabila kemaslahatan umat Islam menuntut hal itu, sementara terdapat kebutuhan yang mendesak pada seseorang yang melakukannya, maka sudah jelas statusnya seperti orang yang terpaksa.” (Al-Asybah wa An-Nadhair Li As-Subki, II/34)
Di sisi lain, syekh Said Ramadhan Al-Buthi pernah mengemukakan:
يَجُوْزُ تَهْنِئَةُ الْكِتَابِيِّيْنَ : النَّصَارَى وَالْيَهُوْدِيَّ بِأَفْرَاحِهِمْ وَيَجُوْزُ تَعْزِيَّتُهُمْ بِمَصَائِبِهِمْ بَلْ يُسَنُّ ذَلِكَ كَمَا نَصَّ عَلَيْهِ الْفُقَهَاءُ وَيَجُوْزُ الدُّخُوْلُ لِمَعَابَدِهِمْ لِمُنَاسَبَةِ مَا بِشَرْطِ اَنْ لَا يَشْتَرِكَ مَعَهُمْ فِيْ عِبَادَتِهِمْ
“Boleh mengucapkan ‘selamat’ pada ahlul kitab saat hari raya mereka, baik itu umat Yahudi ataupun Nasrani. Juga boleh takziyah kepada mereka saat terkena musibah. Bahkan hal tersebut disunnahkan, seperti halnya yg dijelaskan oleh ulama’ Ahli fiqh. Bahkan, boleh masuk ke dalam tempat peribadatan mereka dalam rangka bermasyarakat, dengan syarat tidak mengikuti ritual peribadatan mereka.” (Istifta’ an-Nas, hal. 10)
Sekilas, pendapat Syekh Said Ramadhan Al-Buthi di atas merupakan bentuk toleransi yang sangat menyejukkan untuk diterapkan dalam konteks sosial masyarakat. Namun dalam penerapan pendapat tersebut, sebaiknya tetap harus bijak dalam menilai kondisi dan situasi masyarakat. Jika memang tidak ada hal yang menuntut untuk mengucapkan Selamat Natal pada nonmuslim, ataupun dalam hari raya yang lain, alangkah baiknya tidak melakukan hal itu, terlebih dengan cara yang massif. Hal ini merupakan langkah hati-hati (ihtiyat) dengan mengikuti pendapat ulama yang tidak memperbolehkan.
[]waAllahu a’lam
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar