Tanya Kiyai: Mengusir Istri, Talakkah?
Pertanyaan (Saras, bukan nama sebenarnya):
Belum lama saya bertengkar dengan suami saya, lantas suami saya mengusir saya dari rumah dan menyuruh saya pulang ke rumah orang tua saya. Bagaimana hukumnya kejadian seperti tadi? Apakah sudah termasuk talak?
Jawaban (Kiai Muhammad Hamdi)
Apabila dilihat dari sisi ungkapan kalimat yang digunakan, talak terbagi menjadi dua jenis.
Pertama, talak sharih.
Kedua, talak kinayah.
Talak sharih adalah talak yang diucapkan dengan menggunakan kata atau kalimat yang tegas (terang-terangan) untuk talak, yaitu kata “talak” atau “cerai”. Seperti ucapan suami kepada istrinya, “Aku talak engkau!”, “Aku ceraikan engkau!”, dan “Engkau tertalak”.
Talak sharih tidak memembutuhkan niat dari suami. Jika suami menceraikan istrinya menggunakan kata-kata yang sharih, maka telah jatuh talaknya, meskipun suami tidak berniat untuk menceraikan istrinya.
Sedangkan talak kinayah adalah talak yang diucapkan dengan menggunakan kalimat yang bisa digunakan untuk talak dan juga bisa digunakan untuk selainnya. Dengan kata lain, talak kinayah merupakan talak yang diucapkan suami menggunakan kata sindiran. Talak kinayah dapat dikatakan sah jika disertai dengan niat sang suami.
Al-Khathib Asy-Syirbini berkata:
وَيَقَعُ أَيْضًا بِكِنَايَةٍ وَهِيَ مَا يَحْتَمِلُ الطَّلَاقَ وَغَيْرَهُ لَكِنْ بِنِيَّةٍ لِإِيقَاعِهِ
Talak juga jatuh dengan kinayah, yaitu kalimat yang mungkin bermakna talak dan selain talak, akan tetapi dengan niat agar talaknya jatuh.
Taqiyuddin Al-Husaini berkata:
وَالْكِنَايَةُ كُلُّ لَفْظٍ اِحْتَمَلَ الطَّلَاقَ وَغَيْرَهُ وَيَفْتَقِرُ إِلَى النِّيَّةِ
Kinayah adalah setiap lafal yang mungkin bermakna talak dan selainnya yang membutuhkan niat.
Contoh talak kinayah, misalnya, ucapan suami kepada istrinya, “Engkau terbebas dariku!”, “Pilihlah jalanmu sendiri!”, “Pulanglah ke rumah orang tuamu!”, dan sebagainya. Sehingga perintah suami kepada istrinya untuk pulang kampung, bagaimana pun ungkapannya, selama tidak mengucapkan kata “talak” atau “cerai”, adalah termasuk talak kinayah.
Jika suami berniat menalaknya ketika mengucapkan kalimat tadi, maka secara tidak langsung, telah jatuh talaknya. Tapi, bila suami tidak berniat talak ketika mengucapkannya, maka tidak jatuh talak pada istrinya. Jika tidak jatuh talak, maka tidak ada hukum atau konsekuensi apa pun. Seperti halnya tidak terjadi apa-apa.
Sementara talak yang sudah jatuh (sah), tidak bisa dibatalkan. Tetapi, suami masih bisa kembali dalam ikatan pernikahan bersama istrinya dengan cara rujuk. Cara rujuknya cukup dengan ucapan, “Aku rujuk engkau”. Tidak pula disyaratkan adanya saksi dan persetujuan istri ketika rujuk. Hal ini di pertegas oleh Taqiyuddin Al-Husaini:
وَلَا يُشْتَرَطُ فِيهَا الْإِشْهَادُ عَلَى الصَّحِيحِ
Tidak disyaratkan dalam rujuk adanya persaksian menurut pendapat yang shahih.
وَلَا يُشْتَرطُ رِضَا الزَّوْجَةِ فِي ذَلِكَ نَعَمْ يُشْتَرَطُ أَنْ تَكُونَ الرَّجْعَةُ بِالْقَوْلِ الصَّرِيْحِ لِلْقَادِرِ
Tidak disyaratkan kerelaan istri dalam rujuk, namun rujuk disyaratkan dengan ucapan yang tegas bagi yang mampu (berbicara).
Rujuk bisa dilakukan jika istrinya masih dalam masa ‘iddah (masa tunggu bagi perempuan yang ditinggal oleh suaminya baik karena cerai atau meninggal), dan talak yang dijatuhkan merupakan talak satu atau dua yang disebut dengan talak raj’i. Jika masa ‘iddahnya istri sudah habis atau sudah talak tiga, yang disebut juga talak ba’in, maka tidak cukup dengan rujuk, tetapi harus dengan akad nikah yang baru.
Khusus untuk talak tiga, jika ingin kembali bersama mantan istrinya, maka mantan istrinya harus menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain (suami baru), dan ia sudah bercerai dengan suami barunya tersebut.
Sahabat yang budiman, terkait masalah sahabat di atas, jika pengusiran itu masuk dalam kategori talak sharih, maka konsekuensinya sudah jatuh talak terhadap istri. Tapi, (jika dilihat dari pertanyaan) tampaknya pengusiran itu masuk dalam kategori talak kinayah, karena masuk dalam kategori talakkinayah, maka konsekuensinya ada dua.
Pertama, jika pengusiran itu didasari niat, maka secara tidak langsung telah jatuh talak satu. Jika suami ingin kembali bersama istrinya, si suami harus rujuk dengan istrinya tersebut.
Kedua, jika pengusiran itu tidak didasari niat atau hanya emosi sesaat, maka pengusiran itu bukanlah talak, dan tidak menimbulkan konsekuensi apa pun.
Wallahu A’lam bish Ash-Shawabi.
Referensi: Mughni al-Muhtaj; Al-Khathib Asy-Syirbini; Kifayah al-Akhyar; Taqiyuddin Al-Husaini; Fath al-Qarib; Muhammad bin Qasim Al-Ghazi
###
*Jika artikel di Website Bintang Songgo dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.*
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar