ikl Haji Tanpa Berhaji - Bintang Songo

Search This Web

Popular Posts

Haji Tanpa Berhaji

Share it:

Haji Tanpa Berhaji



Abdullah bin Mubarak yang terkenal akan keilmuan dan kezuhudannya pernah menceritakan sebuah cerita yang luar biasa.
Alkisah, selepas menunaikan ibadah haji, Ibnul Mubarak pernah tidur di dekat Ka’bah. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit. Mereka pun mulai berbicara satu sama lain. 
Malaikat yang satu bertanya kepada yang lain, “Tahukah kamu berapa banyak orang yang datang untuk berhaji tahun ini?”
Malaikat lainnya menjawab, “Ada 600 ribu orang.”
Kemudian, malaikat yang pertama bertanya kembali, “Nah, dari 600 ribu orang itu, berapa yang hajinya diterima?”
Malaikat kedua menjawab, “Wah, aku tak tahu akan hal itu. Tapi aku tahu ada seorang tukang sepatu di Damaskus bernama Ali bin Al-Mufiq yang tidak berhaji tahun ini, tetapi Allah telah menerima hajinya.” 
Mendengar ucapan malaikat itu, Ibnul Mubarak pun sontak terbangun dengan kaget. Ia tidak bisa memahami bagaimana mungkin seseorang yang tidak berhaji tetapi bisa mendapatkan pahala haji. 
Bukan itu saja, nama Ali bin Al-Mufiq pun disebut-sebut dan dielukan oleh malaikat ketimbang seseorang yang jelas-jelas sudah berhaji. 
Ibnul Mubarak pun bergegas berangkat ke Damaskus untuk mencari Ali bin Al-Mufiq. 
Setibanya di Damaskus, Ibnul Mubarak langsung meminta diantarkan ke rumah Ali. 
“Kamu Ali bin Al-Mufiq yang bekerja sebagai tukang sepatu?” tanya Ibnul Mubarak kepada seseorang yang menyambutnya di depan pintu rumah yang reyot. 
“Iya, betul,” jawab Ali.  
“Apa betul kamu ingin berhaji tahun ini tapi tidak jadi berangkat?” tanya Ibnul Mubarak ingin memastikan.  
“Iya, betul," jawab Ali.
Ali terdiam sejenak. Ia bingung bagaimana bisa orang yang tak dikenalinya bisa tahu bahwa ia punya rencana berhaji tahun ini. Ia pun akhirnya memberanikan diri bertanya.
“Kamu tahu dari mana aku ingin berhaji?” tanya Ali penasaran. 
“Aku tahu dari Malaikat yang memberi tahuku bahwa Allah telah menerima hajimu,” jawab Ibnul Mubarak.
Mendengar hal ini, Ali pun pingsan. 
Ketika Ali siuman dan tampak tegar, Ibnul Mubarak bertanya kepada Ali apa yang ia lakukan sehingga ia diganjar pahala haji meski tidak mengerjakan manasik haji. 
Ali awalnya enggan menceritakan, tetapi akhirnya ia pun kasihan dengan tamunya yang datang dari jauh, khusus untuk menemuinya. 
Ali pun bercerita: 
“Suatu hari ketika aku sedang berada di rumah tetanggaku, aku mencium bau daging dari dapur rumah mereka. Aku pun berharap diizinkan untuk makan bersama tetanggaku dan anak-anaknya. Entah mengapa mereka enggan untuk menawariku makanan. 
Setelah sekian lama akhirnya tetanggaku berkata, ‘Kami tak bisa memberimu makanan, sebab makanan yang kami makan itu halal bagi kami tapi haram bagimu.’ 
Aku pun bertanya kepada tetanggaku mengapa bisa demikian. Ia menjelaskan bahwa ia dan anak-anaknya sudah tiga hari tidak makan. Saking laparnya dan tidak tega terhadap anak-anaknya yang menangis kelaparan, ia pun menyisir jalan-jalan di Damaskus untuk mencari apa pun yang bisa dimakan. 
Ia tidak berhasil menemukan sisa makanan apa pun, kecuali bangkai binatang. Ia pun membawanya pulang dan memasak bangkai itu untuk keluarganya. 
‘Oleh karena itu,’ kata tetangganya kepada Ali, ‘daging ini halal bagi kami karena kami sudah dalam keadaan kelaparan yang teramat sangat, sedangkan bagimu ini haram.’"  
“Lalu apa yang kamu lakukan, wahai Ali?” tanya Ibnul Mubarak yang semakin penasaran.  
Ali pun melanjutkan ceritanya: 
“Mendengar ucapan tetanggaku, aku pun menangis dan berlari ke rumahku. Aku buka kotak tabungan hajiku yang telah aku tabung selama 30 tahun. Aku bukan orang kaya. Selama 30 tahun aku harus hidup berbatasan dengan kelaparan agar dapat menabung hingga terkumpul 3000 dinar untuk biaya hajiku tahun ini. 
Semua uang itu kuserahkan kepada tetanggaku, karena aku pikir membantu tetanggaku yang sedang kesusahan lebih penting daripada hajiku. Aku pun berharap Allah memberiku umur panjang agar dapat menabung kembali untuk haji dan akhirnya berangkat ke Tanah Suci.”  
Janggut Ibnul Mubarak basah oleh tangis air mata. Ia pun kini paham mengapa Ali diterima hajinya walaupun tak pernah sekalipun menjejakkan kakinya di Tanah Suci.
Kepedulian, tenggang rasa, rasa cinta Ali yang tulus kepada sesama, dan sifat rela berkorban yang dimilikinya, membuat Ali diterima hajinya meski tidak melaksanakannya 
Bagaimana pun setiap muslim itu bersaudara dan karenanya ia harus mengasihi saudaranya, sebab Allah itu Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan mencintai orang yang mengasihi. 
Rasulullah ﷺ pernah bersabda: 
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Para pengasih akan dikasihani oleh Ar-Rahman. Kasihanilah mereka-mereka yang ada di bumi, dan Dia yang di langit akan mengasihimu (HR. Tirmidzi no. 1924).  
Sahabat yang budiman,  semoga Allah menerima amal baik kita kapan pun dan di mana pun. Dan semoga jamaah calon haji tahun ini yang tertunda pelaksanaan hajinya tahun ini di Tanah Suci karena pandemi Covid-19, tetap diberi kesabaran dan keikhlasan serta niat hajinya dihitung pahala oleh Allah sebagaimana Ali bin Al-Mufiq. Aamiin.
Referensi: Renard, John. Friends of God. University of California Press, 2008; dan beberapa sumber lainnya 
###

*Jika artikel di Website Bintang Songgo dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.*
Share it:

Hikmah

Islam

Kisah

iklan

Post A Comment:

0 comments:

searching