Pertanyaan (Anita, Bukan nama sebenarnya):
Daur (siklus) haid pada perempuan umumnya terjadi selama 6 hari dan suci 20 hari. Namun, suatu ketika saya baru saja bersuci selama 14 hari, lalu mengeluarkan darah lagi layaknya daur haid (6 hari juga) bagaimana menghukumi darah yang keluar tersebut?
Jawaban (Ustadzah Nurun Sariyah, S.H.):
Haid secara etimologi berarti mengalir. Sedangkan haid secara terminologi adalah darah yang keluar dari farji/kemaluan seorang wanita setelah umur 9 tahun, dengan sehat (tidak karena sakit), dan tidak setelah melahirkan anak.
Setiap perempuan pasti mengalami haid. Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa Sayyidah Aisyah ra. pernah menangis sebab dirinya haid ketika tengah berhaji bersama Rasulullah ﷺ. Karena melihat Sayyidah Aisyah ra. menangis Rasullullah ﷺ menghampiri istri tercintanya dan dengan lembut bersabda:
إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، فَاقْضِي مَا يَقْضِي الْحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ
Sungguh ini adalah perkara yang telah ditetapkan Allah untuk anak-anak perempuan keturunan Adam, maka selesaikanlah rangkaian ibadah haji yang harus diselesaikan selain Thawaf (HR. Bukhari no. 294 dan Muslim no. 1211).
Tak jarang siklus menstruasi seorang wanita berubah-ubah, tetapi itu tak menjadi masalah selama masih dalam ketentuan yang telah dirumuskan para ulama.
Dalam hal minimal masa suci, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii berpendapat bahwa paling sedikitnya masa suci antara dua haid adalah selama 15 hari. Sementara Imam Ahmad mengatakan 13 hari, dan Imam Malik tidak membatasi secara pasti dan sebagian ulama mazhab Maliki mengatakan 10 hari.
Jika hendak mengikuti salah satu pendapat dalam keberagaman minimal masa suci antar mazhab, maka harus pula mengikuti ketentuan haid lainnya antara lain tentang minimal masa haid.
Misalnya, Imam Syafii dan Imam Ahmad membatasi paling sedikitnya masa haid adalah sehari semalam atau 24 jam, Imam Abu Hanifah mengatakan 3 hari 3 malam, dan Imam Malik tidak membatasi secara pasti untuk minimal masa haid.
Terkait pertanyaan Sahabat tadi, apabila sahabat menggunakan masa minimal suci selama 15 hari dari mazhab Syafii dan Hanafi, artinya masa minimal haid dan hal lainnya harus mengikuti ketentuan salah satu dari kedua mazhab ini.
Ketentuan ini dirumuskan melalui proses istiqra’ (observasi) dengan alasan bahwasanya wanita normal mengalami haid sebulan sekali. Oleh karena itu, jika sebulan ada 30 hari dan maksimal haid adalah 15 hari maka minimal ia harus suci selama 15 hari sisanya. Jadi, darah yang keluar sebelum sempurnanya 15 hari masa suci dianggap bukan darah normal yang bisa dihukumi haid.
Sementara itu, untuk menghukumi darah yang keluar sebelum sempurnanya 15 hari masa suci ini akan kita bedah sesuai dengan dua mazhab tersebut. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar darah bisa dihukumi haid, yaitu:
Pertama, keluar dari rahim dan bukan sebab penyakit. Oleh karena itu, jika keluarnya lewat dubur atau keluar dari seorang wanita baligh karena penyakit maka darah tersebut tidak dapat dihukumi haid.
Kedua, bukan keluar karena melahirkan. Meski keluar dari rahim, jika sebabnya adalah melahirkan maka darah ini dihukumi darah nifas bukan haid.
Ketiga, telah didahului oleh 15 hari masa suci secara hukmiy (hukum). Maksudnya, seorang perempuan wajib berada dalam masa suci selama 15 hari, walau tidak bersih atau ada darah istihadhah dalam masa suci tersebut. Kelihatannya (secara zahir) dia tidak suci sebab masih ada darah istihadhah, tetapi secara hukum seorang mustahadhah adalah perempuan suci.
Keempat, keluarnya tidak boleh kurang dari masa minimal haid. (lihat penjelasan sebelumnya)
Kelima, Keluar pada masanya di usia 9 tahun qomariyah (hijriyah).
Kesimpulan
Sahabat KESAN yang budiman, berdasarkan persyaratan di atas, darah hari pertama yang keluar pada hari suci ke-15 dalam kasus ini hukumnya adalah istihadhah sebab tidak memenuhi syarat ketiga, yakni masa sucinya belum sempurna 15 hari.
Kemudian untuk darah selanjutnya pada hari ke-2 sampai hari ke-6 barulah bisa dihukumi haid karena telah memenuhi semua syaratnya. Bagi mazhab Syafii, tak perlu melakukan tamyiz (bisa membedakan antara yang hak dan batil) pada kasus ini sebab darah hari ke 2-6 ini sudah berada dalam masa haid, sementara tamyiz biasa digunakan untuk memutuskan masa haid dan istihadhah saat berada dalam masa suci.
Wallahu a’lam bi ash-shawabi.
Referensi: Rahmatu al-Ummah/21; al-Fiqhu ‘ala Madzahibi al-Arba’ah: 1/119; al-Umm: 1/85; al-Mabsuth li as-Sarkhasiy: 3/155; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaytiyyah: 18/295.
###
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar