ikl Tanya Nyai: Mengadopsi Anak Non Muslim? - Bintang Songo

Search This Web

Popular Posts

Tanya Nyai: Mengadopsi Anak Non Muslim?

Share it:

Tanya Nyai: Mengadopsi Anak Non Muslim?



Pertanyaan (Nisrina, bukan nama sebenarnya):
Bagaimana hukumnya mengadopsi anak dari keluarga non-muslim?

Jawaban (Ustadzah Nurun Sariyah):
Dalam kehidupan beragama dan bernegara, anak adopsi atau anak angkat memiliki aturannya tersendiri, baik dari segi agama maupun perundang-undangan yang berlaku.

Menurut hukum positif, mengadopsi anak adalah legal bila dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 39, 40 dan 41 UU 23/2002 dan UU 35/2014 mengenai Pengangkatan Anak; di mana termaktub di dalamnya syarat untuk tidak memutuskan hubungan darah antara anak angkat dengan orangtua kandungnya. Hal ini sejalan dengan konsep tabanni (adopsi) yang dibolehkan dalam syariat Islam.
Dalam perspektif fikih, mengadopsi anak, dalam arti memelihara serta membesarkannya dengan kasih sayang, merupakan tindakan terpuji dan tidak dilarang, selama tidak merubah keaslian nasab anak tersebut.
Allah berfirman:

اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ ۗوَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا - ٥
Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS. Al-Ahzab [33]: 5)

Sebab diturunkannya ayat ini adalah ketika Rasulullah ﷺ mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi anak beliau ﷺ, orang-orang memanggilnya dengan nama Zaid bin Muhammad. Dalam sebuah hadis diebutkan:

أَنَّ زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ، مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا كُنَّا نَدْعُوهُ إِلَّا زَيْدَ بْنَ مُحَمَّدٍ حَتَّى نَزَلَ القُرْآنُ»، {ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ} [الأحزاب: 5]
Sesungguhnya Zaid bin Haritsah, anak angkat Rasulillah ﷺ -,tidaklah kami panggil dia kecuali dengan Zaid bin Muhammad sampai turunlah ayat “Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai)nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah. (QS. Al-Ahzab [33]: 5)” (HR. Bukhari no: 4782).
Yang dimaksud dengan mengganti panggilan adalah mengganti nasab sang anak dari ayah kandungnya menjadi ayah angkatnya, seolah-olah anak tersebut tidak memiliki nasab selain ayah angkatnya tersebut. Menurut kebiasaan saat itu, anak angkat akan dinasabkan kepada bapak angkatnya dan berhak menerima warisan dari mereka.

Selain pemalsuan identitas, hal ini juga dapat berkonsekuensi merubah ketentuan hak-hak anak lainnya, semisal hak waris dan kemahraman. Bila hal tersebut terjadi, maka kelak anak tersebut bisa saja memakan harta haram karena harta waris diperolehnya bukanlah hak yang mesti ia terima. 
Di sisi lain, si anak angkat juga bisa saja berdosa karena masalah kemahraman. Misalnya, bila anak angkatnya laki-laki maka ia bisa berdosa ketika melihat aurat ibu angkatnya.  Apabila anak angkatnya perempuan, pernikahannya kelak bisa tidak sah, jika ia dinikahkan oleh ayah angkatnya, sebab ayah angkat bukanlah wali yang sah untuk menikahkannya. 

Dengan demikian, mengadopsi anak menurut hukum fikih hukumnya boleh, selama tidak merubah nasab anak angkat tersebut. 
Sementara itu, MUI (Majelis Ulama Indonesia) dalam Rapat Kerja Nasional tahun 1984 memberikan fatwa tentang adopsi anak, dalam poin kedua dan ketiga termaktub:

1. Mengangkat (adopsi) anak dengan pengertian anak tersebut putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syariat Islam.
2. Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan Agamanya, dilakukan atas rasa tanggung jawab sosial untuk memelihara, mengasuh dan mendidik mereka dengan penuh kasih sayang, seperti anak sendiri adalah perbuatan terpuji dan termasuk amal saleh yang dianjurkan oleh agama Islam.
Bagaimana jika calon anak angkat berbeda agama dengan calon orangtua angkatnya?
Menurut Pasal 39 ayat (3) UU 35/2014 dan Pasal 3 ayat (1) PP 54/2007,calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. Aturan ini dibuat dalam rangka menghindari isu-isu pemaksaan anak dalam beragama.
Terlebih dalam pandangan Islam sendiri, tidak diperkenankan memaksa orang lain untuk masuk Islam, salah satunya berdasarkan firman Allah:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat (QS. Al-Baqarah:[2]: 256).
Sahabat yang budiman, bila diperhatikan, mendidik dan membesarkan anak non-muslim dalam pemeliharaan kita sebagai keluarga muslim adalah sebuah jalan kebaikan yang dapat mengarahkan anak tersebut untuk mengenal Islam dan menjaganya dari akidah lamanya. Yang terpenting adalah, mengasuh seorang anak non-muslim bukanlah termasuk dalam kategori i’anah ala ma’shiyatin (membantu dalam kemaksiatan). 

Pengasuhan semacam ini merupakan bagian dari jalan dakwah keluarga muslim (yang mampu melakukannya tanpa ada paksaan),  karena sesungguhnya hidayah adalah milik Allah dan manusia tidak memiliki kemampuan sedikit pun untuk memberikan hidayah kecuali karena iradah (kehendak) dan inayah (pertolongan)-Nya semata.

Wallahu a’lam bish shawabi.
Referensi, Al-Fiqhu Al-Islamiyyu wa Adillatuhu; 10/7.248-7.279, Shahihu Al-Bukhari; 6/116, Tafsiru Al-Qurthubi; 14/118.
###

*Jika artikel di Website Bintang Songgo dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.*
Share it:

Islam

Keluarga

Tanya Jawab

iklan

Post A Comment:

0 comments:

searching