ikl Tanya Kiyai: Amal Jariah Tidak Termanfaatkan? - - Bintang Songo

Search This Web

Popular Posts

Tanya Kiyai: Amal Jariah Tidak Termanfaatkan? -

Share it:
Tanya Kiyai: Amal Jariah Tidak Termanfaatkan? -

Pertanyaan (Robin, bukan nama sebenarnya):

Apa hukumnya amal jariah yang telah digunakan untuk membuat bangunan, tapi ada bagian dari bangunan tersebut tidak dimanfaatkan? Misalnya, saya menyumbang bagunan masjid yang berlantai dua, tapi pintu lantai dua seringkali dikunci sehingga jamaah tidak bisa memanfaatkannya ketika lantai pertama sudah penuh.

Jawaban (Ustadz Zainol Huda):

Istilah amal jariah bersumber dari hadis Rasulullah ﷺ:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Ketika manusia telah meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa untuknya (HR. Muslim no. 1631).

Mayoritas ulama mengarahkan makna sedekah jariah dengan pengertian harta wakaf. Dalam terminologi fikih, wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya serta awet bendanya dengan cara menghentikan penggunaan bendanya untuk didistribusikan manfaatnya kepada penerima wakaf yang dijumpai. 

Status sumbangan dari donatur atau jamaah masjid dapat dikategorikan sebagai harta wakaf. Syeikh Abdurrahman As-Syarbini berkata:

مَنْ يَأْخُذُ مِنْ النَّاسِ أَمْوَالًا لِيَبْنِيَ بِهَا نَحْوَ مَدْرَسَةٍ أَوْ رِبَاطٍ أَوْ بِئْرٍ أَوْ مَسْجِدٍ فَيَصِيرُ مَا بَنَاهُ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ بِنَائِهِ. 

Orang yang mengambil (menerima) harta dari manusia untuk membangun semisal sekolah, pesantren, sumur, atau masjid, maka apa yang ia bangun adalah sama seperti tanah wakaf.

Status harta yang digunakan untuk pembangunan masjid secara otomatis menjadi wakaf, meskipun tanpa mengucapkan kata wakaf dari pihak penyumbang/donatur. 

Pengelolaan wakaf

Orang yang mewakafkan (wakif) boleh melakukan pengelolaan dan pengawasan sendiri terhadap harta wakaf (mauquf). Atau wakif boleh juga menunjuk seseorang untuk mengelola harta wakaf. Orang yang mengelola tersebut disebut dengan nadhir. Jika dalam konteks masjid, posisi nadhir sudah terwakili dengan pengurus atau takmir masjid. 

Kriteria dan syarat seorang nadhir ada tiga, dua syarat umum, sementara satu syarat khusus. 

Syarat umum:

Pertama, memiliki sifat ‘adalah, yaitu berkomitmen menjalankan perintah dan menghindari hal-hal yang yang dilarang syariat. 

Kedua, cakap hukum dan mampu mengelola pendistribusian harta wakaf.

Syarat khusus

Jika seorang muslim ingin berwakaf untuk kepentingan umat Islam, maka nadhir-nya haruslah orang Islam. Namun,  jika penerima manfaat wakaf bukan hanya umat Islam, maka nadhir-nya boleh non-muslim. 

Sementara itu, tugas nadhir adalah memelihara harta wakaf dengan baik. Misalnya, dengan mengelola, mengembangkan, dan mendistribusikan wakaf sesuai pemanfaatan yang menjadi tujuan wakif. 

Pahala wakaf

Sahabat KESAN yang budiman, sedekah jariah masih tetap berpahala selama harta wakaf masih berwujud. Aliran pahala dari sedekah jariah yang berbentuk wakaf akan terus berlangsung selama status wakaf tidak berakhir. Akad wakaf berakhir ketika barang yang diwakafkan rusak secara alamiah. 

Misalnya, mewakafkan sebuah pohon untuk dimanfaatkan hasil buahnya, lalu pohon tersebut mati karena termakan usia, maka status wakaf berakhir. Atau mewakafkan kitab dan buku untuk perpustakaan umum, dengan seiring berjalannya waktu kitab tersebut menjadi lapuk dan rusak, maka status wakaf berakhir.

Terkait dengan pertanyaan di atas, kami menyarankan sebaiknya pihak donatur menanyakan terlebih dahulu (dengan cara baik-baik) mengapa masjid lantai dua tidak digunakan. Karena mungkin para takmir masjid memiliki alasan tersendiri mengapa lantai dua sering tertutup. Misalnya, bisa saja pernah ada kejadian pencurian, pengotoran, dan perbuatan yang tidak baik terjadi di lantai dua yang sulit di monitor. 

Selanjutnya pihak donatur bisa memberikan saran agar sebaiknya lantai dua bisa digunakan dan bermanfaat secara maksimal. 

Wallahu a’lam bi ash-shawabi

Referensi: Muhammad Al-Zahri Al-Ghamrawi, Siraj Al-Wahhaj Syarh ‘Ala Matn Al-Minhaj, hal. 227., Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fath Al-Mu’in, hal. 87, Al-Ghurar Al-Bahiyah fi Syarh Mandhumah Al-Bahjah Al-Wardiyah. Syeikh Zakariya bin Muhammad Al-Anshari, Al-Ghurar Al-Bahiyah fi Syarh Mandhumah Al-Bahjah Al-Wardiyah, Jilid VI, Syeikh Zakariya bin Muhammad Al-Anshari, Al-Ghurar Al-Bahiyah fi Syarh Mandhumah Al-Bahjah Al-Wardiyah, Jilid VI, Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, Jilid X, hal. 365-366., Muhammad Al-Zahri Al-Ghamrawi, Siarj Al-Wahhaj Syarh ‘Ala Matn Al-Minhaj, hal. 230,  Muhammad Zuhaili, Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Al-Syafi’i, Jilid III, hal. 625, (Muhammad Al-Zahri Al-Ghamrawi, Siarj Al-Wahhaj Syarh ‘Ala Matn Al-Minhaj, hal. 230. 

###


Share it:

Islam

tanyajawab

iklan

Post A Comment:

0 comments:

searching