ikl KEMULIAAN KYAI KAMPUNG - Bintang Songo

Search This Web

Popular Posts

KEMULIAAN KYAI KAMPUNG

Share it:


Di desa kita pasti ada seorang kyai. Ya, umumnya kyai desa bagaiamana lah. Hidupnya pas-pasan. Mencari nafkah berdagang atau bertani sebegaiamana masyarakat pada umunya. Malah kadang kyai kampung lebih "miskin".
Kalau pakai sarung BHS sejenis wadimor, atlas, dll, itu pun biasanya pemberian dari masyarakat "mampu" yang suka berderma.

Sebagian waktunya "yang seharusnya" untuk mengumpulkan uang memenuhi kebutuhan keluarga, malah disibukan untuk memikirkan umat. Mulai dari memimpin yasin tahlil rutinan atau yasin tahlil orang meninggal dunia sampai mengajar anak-anak kecil yang kalau sudah gede sedikit, malu ngaji dan kadang tidak mau kenal lagi sama sang kyai.
Bahkan lebih jauh lagi kyai kampung dengan kreatifitas dan kepedulian sosialnya, tidak jarang mengadakan pengajian rutinan untuk masyarakat setempat. Biasanya ramai dihadiri kalangan lanjut usia. Sekali lagi ini mengorbankan waktu dan tenaga.

Kyai kampung itu yang mengajarkan masyarakat baca tulis Al-Quran, cara wudlu yang benar, cara shalat yang tepat. Ikut mengurusi jika ada saudara kita yang meninggal, sampai mensholati dan menalqin jenazah saudara kita. Mau acara selametan, ya minta saran dan doa kyai kampung. Mau nikahan, ya belajar sighot akad nikah (Qobiltu...) ke kyai kampung. Tempat curhat sekaligus konsultasi berbagai masalah agama, dan banyak lagi.

Tapi mirisnya Kalau ada tokoh atau kyai besar datang dari luar, kyai kampung seakan dilupakan. Seolah lupa siapa yang selama ini telah megajari kita banyak hal.

Sayyidina Ali ra. yang merupakan khalifah ke empat dan terkenal 'alim. Beliau sangat menghormati sosok guru. Sampai beliau berkata kalau dirinya berhak dijadikan "budak" bagi orang yang mengajarinya hanya satu huruf.

“ ﺍﻧﺎ ﻋﺒﺪ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﻨﻲ ﺣﺮﻓﺎ ﻭﺍﺣﺪﺍ ﺍﻥ ﺷﺎﺀ ﺑﺎﻉ ﻭﺍﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻋﺘﻖ ﻭﺍﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﺳﺘﺮﻕ ”

“Saya adalah budak orang yang mengajari saya, satu huruf sekalipun. Jadi saya terserah dia, apakah mau menjualku, atau mau memerdekakanku”.

Bayangkan kyai kampung yang tidak hanya mengajarkan satu huruf hijaiyah.

Cobalah kalau ada acara besar dan mengundang tokoh atau kyai besar. Kyai kampung juga dimuliakan. Paling tidak jadi tamu VVIP di acara itu. Dikenalkan dan didudukan sejajar dengan tokoh atau kyai besar itu. Kalau bisa dikasih amplop (bisyaroh) yang isinya tidak jauh beda dengan tokoh atau kyai besar itu.

Logikanya, jasa tokoh atau kyai besar itu tidak ada apa-apanya dibanding kyai kampung yang ada di desamu itu.

Tapi realita  sekarang memang menyakitkan. Jika ada tokoh atau kyai besar datang, malah kyai kampung diabaikan.
Apa kyai kampung marah? "Saya ini yang membimbing kalian dari nol, dari belajar wudlu yang benar, dari alif-ba-ta. Kok diabaikan?!", sekali lagi kyai kampung tidak akan pernah marah.
Paling kyai kampung itu cuma bergumam dengan raut polosnya, "Itu yang datang kan tokoh atau kyai besar. Lah, saya ini kyai kecil yang kumuh dan miskin. Ya wajar saja jika kyai besar itu lebih dihormati".

Jangan sampai kefanatikan kita dengan kyai-kyai besar yang sering tampil di televisi, youtube, diundang ceramah ke mana-mana, membuat kita lupa siapa yang sudah mengajari banyak hal. Kyai kampung adalah orang tua kita bersama, kyai kampung adalah kyai yang memberi pondasi-pondasi dan dasar agama. Berkat kyai kampung, kami mengetahui bahwa akhlaq jauh lebih tinggi kedudukannya daripada ilmu.

Semoga kyai kampung di desa kita selalu diberi kesehatan dan umur panjang. Alfatihah.
Share it:

Islam

Opini

iklan

Post A Comment:

0 comments:

searching