Kebanyakan perempuan sangat detail dalam hal keuangan. Tidak sedikit di antara mereka yang akhirnya disebut materialistik lantaran terlalu mendalam dalam hal pengeluaran dan pemasukan rumah tangga.
Ibnu Hajar dan ulama lain dalam sebuah riwayat menukil bahwa Rasulullah SAW saat kembali dari perjalanan, maka orang pertama yang ditemui adalah putrinya Fatimah az-Zahra. Untuk beberapa waktu lama beliau berada di rumah Sayyidah Fatimah. Suatu ketika ada yang membuatkan Sayyidah Fatimah dua buah gelang dari perak, begitu juga kalung dan dua anting-anting, lalu barang-barang itu digantung di korden kamar.
Saat Rasulullah SAW masuk ke rumah putrinya dan melihat pemandangan ini, seketika wajahnya berubah tampak marah, dan keluar menuju masjid dan duduk di atas mimbar. Sayyidah Fatimah mengetahui bahwa ayahnya senang melihat sedikit perhiasan yang ada. Beliau kemudian memutuskan mengirimkan perhiasan itu kepada ayahnya untuk dimanfaatkan di jalan Allah.
Saat perhiasan itu sampai dan diberikan kepada Rasulullah SAW, seketika bersabda: “Fa’alat, fidaha abuha” yang berarti, “Fatimah melakukan apa yang diinginkan ayahnya. Ayahnya menjadi tebusannya.”
Semua pasti sepakat bahwa sepasang gelang dan anting-anting dan sebuah kalung yang dibuat dari perak tidak begitu berharga. Perhiasan itu menjadi lebih tidak berharga lagi ketika digantungkan di kain korden yang sederhana. Tapi Nabi Muhammad SAW melihat hal ini tidak sesuai dengan kepribadian Fatimah. Karena kebanggaan dan keutamaan terletak pada kemuliaan akhlak manusia.
Sayyidah Fatimah az-Zahra dengan cepat menangkap pelajaran yang diajarkan ayahnya dan segera meninggalkan perhiasan itu serta membebaskan dirinya dari tawanan dunia. Oleh karenanya, dengan mudah beliau menyerahkan yang dimiliki untuk dimanfaatkan di jalan Allah.
Dalam kitab Hilyah al-Auliya disebutkan Sayyidah Fatimah bahkan tidak memiliki pakaian yang pantas di rumah ketika tamu datang. Oleh karenanya, Rasulullah SAW memberikan jubahnya kepada sang putri untuk menutupi dirinya.
Kisah maskawin Sayyidah Fatimah dan acara walimahnya diselenggarakan dalam suasana sangat sederhana yang menjadi bukti lain kezuhudannya. Pengorbanan selama di rumah dilakukan dengan begitu ikhlas. Bagaimana tidak? Karena ia harus menghaluskan gandum dengan satu tangannya, sementara tangan yang lain menggendong anak. Kitab Hilyah al-Auliya menukil, “Fatimah, putri Rasulullah menggiling gandum dengan tangannya hingga bengkak dan bekasnya terlihat di tangannya.”
Dalam buku hadis Musnad Ahmad diriwiyatkan dari Anas bin Malik mengatakan, suatu hari Bilal terlambat mendatangi Rasulullah SAW untuk melaksanakan Shalat Subuh. Pada waktu itu Rasulullah SAW bertanya, “Mengapa engkau terlambat datang?”
Bilal menjawab, “Waktu itu saya melewati rumah Fatimah, dan saya menyaksikannya menggiling gandum dan anaknya menangis. Saya lalu berkata kepadanya, “Bila engkau mengizinkan, biarkan saya yang menggiling gandum dan engkau mendiamkan tangisan anak.” Beliau mengatakan, “Saya lebih lembut dalam menghadapi anakku.” Akhirnya saya memilih untuk menggiling gandum.” “Inilah alasan mengapa saya datang terlambat,” ujar Bilal. Nabi kemudian mendoakan Bilal, “Engkau begitu perhatian kepada Fatimah dan semoga Allah merahmati engkau.”
Keutamaan akhlak Sayyidah Fatimah az-Zahra seperti keberanian dalam membela ayahnya di hadapan orang-orang musyrik di Makah dan kedatangannya di medan perang Uhud untuk mengobati luka yang diderita Rasulullah SAW tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun. Sayyidah Fatimah sejak lahir, kehidupannya dilalui di jalan penghambaan kepada Allah SWT dan hal itu dilakukan hingga akhir hayat.
Dalam kitab Dzakhair al-‘Uqba diceritakan mengenai kisah kelahiran Sayyidah Fatimah, buah dari surga dan hadirnya para perempuan seperti Maryam dan Hawa di saat kelahirannya. Hadis itu berbunyi, “Demikianlah kelahiran Sayyidah Fatimah dan ketika lahir, beliau langsung bersujud.” Subhanallah.
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar