Keutamaan Puasa di Hari Asyura
Hari Asyura atau hari kesepuluh di bulan Allah, Muharam, adalah suatu hari yang memilliki kekhususannya sendiri. Kekhususan tersebut terletak pada aspek historis dan tradisinya yang berhubungan erat dengan periode pra-Islam (zaman Jahiliah).
Penjelasan terkait kekhususan hari Asyura ini banyak kita temukan dalam kitab-kitab hadis, salah satu penjelasan lengkapnya dapat ditemukan di kitab Al-Muwatta karya Imam Malik:
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُهُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ كَانَ هُوَ الْفَرِيضَةَ وَتُرِكَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
Hari Asyura adalah hari di mana suku Quraisy biasa berpuasa di zaman Jahiliah, dan Rasulullah ﷺ pun berpuasa Asyura di zaman Jahiliah. Ketika tiba di Madinah, beliau tetap berpuasa (Asyura) dan memerintahkan yang lain untuk berpuasa. Namun, ketika puasa Ramadhan diwajibkan, dan itu membuat puasa Ramadhan menjadi puasa yang wajib ketimbang Asyura, (lalu beliau mengatakan) barang siapa yang mau, silakan berpuasa (Asyura). Barang siapa yang tidak mau, silakan tidak berpuasa (HR. Malik no. 667).
Hadis di atas menunjukkan beberapa poin yang bisa kita pahami.
Pertama, Rasulullah ﷺ berpuasa Asyura di zaman Jahiliah saat beliau ﷺ tinggal di Mekah.
Kedua, Rasulullah ﷺ memerintahkan umat Islam untuk berpuasa Asyura setelah beliau ﷺ hijrah ke Madinah.
Ketiga, berpuasa Asyura dulunya merupakan kewajiban sampai perintah berpuasa di bulan Ramadhan turun. Sehingga puasa Asyura kini hukumnya adalah sunnah.
Sementara itu, seorang ulama fikih kontemporer Syeikh Sulaiman Al-Jasir menjelaskan bahwa masyarakat Jahiliah bukan hanya mengenal Asyura tetapi juga begitu mengagungkannya. Bahkan mereka biasa menutup Ka’bah dengan kain (kiswah) pada hari itu.
Sayyidah Aisyah ra. berkata:
قَالَتْ كَانُوا يَصُومُونَ عَاشُورَاءَ قَبْلَ أَنْ يُفْرَضَ رَمَضَانُ، وَكَانَ يَوْمًا تُسْتَرُ فِيهِ الْكَعْبَةُ
Orang-orang biasa berpuasa Asyura sebelum diwajibkan puasa Ramadhan. Dan di hari itu (Asyura) Kakbah ditutup dengan kain (kiswah) (HR. Bukhari no. 1592).
Ulama tafsir Imam Qurthubi mengatakan hadis di atas menunjukkan bahwa puasa Asyura dalam keyakinan masyarakat pra-Islam memiliki hubungan yang sangat erat dengan syariat Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as.
Penghormatan terhadap Asyura oleh masyarakat pra-Islam didasarkan pada ajaran nenek moyang mereka yang bersumber dari kedua nabi tersebut. Ini tidak berbeda dengan kebiasaan masyarakat Arab yang melaksanakan haji berdasarkan ajaran turun-temurun dari Nabi Ibrahim as. dan Ismail as.
Adapun ulama mazhab Hanbali Ibnu Qayyim mengatakan, “Tidak diragukan lagi, kaum Quraisy dulu memuliakan hari ini (Asyura), dan mereka biasa menutup Kakbah dengan kain pada hari ini, dan berpuasa pada hari ini adalah bagian dari memuliakannya.”
Uniknya, tradisi mengganti kiswah Ka'bah pada hari Asyura berlangsung hingga dinasti Umayyah.
Hukum Puasa Asyura
Sebagaimana penjelasan di atas, puasa Asyura dahulunya pernah wajib hukumnya. Rasulullah ﷺ juga biasa berpuasa Asyura ketika tinggal di Mekah. Namun, setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah ﷺ mendapat informasi bahwa ternyata bukan hanya orang-orang Arab saja yang menghormati hari Asyura tetapi juga orang-orang Yahudi.
Rasulullah ﷺ kemudian memerintahkan segenap umat Islam untuk berpuasa.
قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ، فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ " مَا هَذَا ". قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ، هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى. قَالَ " فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ ". فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Ketika tiba di Madinah, Rasulullah ﷺ mendapati orang-orang Yahudi berpuasa Asyura. Beliau ﷺ bertanya kepada mereka tentang hal itu. Mereka menjawab, “Hari ini adalah hari yang baik di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya. Musa pun berpuasa di hari ini.” Rasulullah ﷺ menjawab, “Kami (umat Islam) lebih berhak mengikuti Musa daripada kalian.” Lalu Rasulullah ﷺ pun berpuasa dan memerintahkan umat Islam untuk berpuasa (HR. Bukhari no. 2004).
Pertanyannya: Apakah ini berarti Rasulullah ﷺ meniru umat Yahudi yang berpuasa di hari Asyura?
Jawabannya tentu saja, tidak. Ketika tinggal di Mekah, Rasulullah ﷺ sudah terbiasa berpuasa Asyura. Kewajiban berpuasa terjadi setelah hijrah dari Mekah ke Madinah.
Saking istimewanya puasa Asyura di awal hijrah, Rasulullah ﷺ mengirim utusan-utusan untuk mengabarkan tentang wajibnya berpuasa di hari Asyura.
Seorang perawai hadis perempuan di masa Rasulullah ﷺ, Rubayyi’ binti Muawwidz ra., meriwayatkan bahwa di pagi hari Asyura Rasulullah ﷺ mengirim utusan ke desa-desa kaum Anshar untuk menyuruh mereka berpuasa:
مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ، وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ
Barang siapa yang sejak pagi tidak berpuasa, maka hendaklah ia berpuasa di waktu yang tersisa. Barang siapa yang telah berpuasa dari pagi hari, hendaklah ia meneruskan puasanya (HR. Bukhari no. 1960).
Rubayyi’ ra. juga menambahkan bahwa setelah mendapat perintah tersebut, mereka pun rutin berpuasa dan menyuruh anak-anak mereka untuk berpuasa. Beliau berkata, “Kami buatkan mereka [anak-anak] boneka dari bulu domba. Jika ada yang menangis karena lapar, kami berikan boneka itu. Begitu terus hingga tiba waktu berbuka.”
Barulah di tahun kedua Hijriah, turunlah wahyu tentang perintah untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan (QS. Al-Baqarah [2]: 183), dan setelah itu puasa Asyura tidak lagi wajib hukumnya, melainkan sunnah.
Keutamaan Puasa Asyura
Puasa Asyura memiliki beberapa keutamaan-keutamaan, di antaranya adalah:
1. Menghapus dosa satu tahun yang lalu
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Puasa di hari Asyura, aku memohon kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu (HR. Muslim no. 1162).
Ulama mazhab Syafii Imam Nawawi mengatakan bahwa dosa yang dapat dihapus dengan berpuasa Asyura adalah dosa-dosa kecil. Jika seseorang hanya memiliki dosa besar, maka dosa besar tersebut diringankan. Jika seseorang tidak memiliki dosa kecil maupun besar, maka dituliskan baginya kebaikan serta diangkat derajatnya.
2. Rasulullah ﷺ bersemangat dalam berpuasa Asyura.
Sahabat Ibnu Abbas ra. menceritakan:
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ، إِلاَّ هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ. يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ berkeinginan untuk berpuasa di hari-hari yang utama melebihi keinginannya berpuasa di hari Asyura dan di bulan Ramadhan (HR. Bukhari no. 2006).
3. Puasa Asyura adalah puasa paling utama di bulan mulia
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
Puasa yang paling afdhol (utama) setelah Ramadhan adalah puasa (yang dilakukan) di bulan Allah Muharram (HR. Muslim no. 1163).
Dari penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa berpuasa di hari Asyura adalah suatu amal yang sangat utama dan sayang sekali bila dilewatkan.
Pernah suatu ketika seseorang bertanya kepada ulama besar hadis Imam Az-Zuhri tentang puasa Asyura yang dikerjakannya.
“Mengapa kamu berpuasa di hari Asyura saat bepergian tetapi tidak demikian selama Ramadhan?”
Sang Imam menjawab, “Untuk Ramadhan, orang yang uzur (berhalangan) dapat mengganti puasanya, tetapi jika Asyura terlewat, ia tidak bisa diganti.”
Nah, jika sahabat ingin berpuasa Asyura besok, berikut adalah lafaz niat puasanya:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ ِعَا شُورَاء لِلّٰهِ تَعَالَى
Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah Swt.
Referensi: Al-Mufahhim Syarah Sahih Muslim, 3/190, Syahrullah Al-Muharram, Sulaiman al-Jasir, hal. 8, Al-Muwatta.
###
*Jika artikel di Website Bintang Songgo dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.*
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar