Abu Musa lantas berkata kepada anaknya, “Apakah kalian masih ingat kisah seorang lelaki dan sepotong roti?” ucap Abu Musa dengan suara lirih.
Mendengar suara ayahnya yang kian memelan, anak-anaknya mulai merapat mendekatinya untuk mendengarkan kisah, yang mungkin adalah kisah terakhir yang akan keluar dari mulut ayah mereka.
Abu Musa pun melanjutkan ceritanya, “Suatu hari, tinggallah seorang lelaki yang saleh. Setiap hari ia selalu menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah. Dia melakukan hal ini selama 70 tahun.”
“Akan tetapi, suatu hari setan berhasil menggodanya dengan menghadirkan wanita cantik yang sangat memikat,” beliau melanjutkan.
“Lelaki saleh ini pun lalai, dan selama tujuh hari tujuh malam, ia menghabiskan waktu dengan wanita cantik ini dan melakukan berbagai macam dosa-dosa besar. Setelah tujuh hari, lelaki saleh ini sadar akan kesalahannya dan meninggalkan wanita cantik tersebut. Dalam setiap langkah, bibir dan hatinya tak pernah berhenti berzikir dan beristighfar memohon ampun kepada Allah atas apa yang telah ia perbuat,” jelas Abu Musa kepada anak-anaknya.
“Hingga tibalah malam, sementara ia belum sampai juga ke tempat yang dituju. Akhirnya, ia mencari perlindungan di sebuah tempat di mana terdapat 12 orang pengemis. Saking kelelahannya, dia berbaring di antara mereka,” jelas Abu Musa.
“Kebetulan setiap malam, seorang dermawan di kota rutin mengirimkan 12 potong roti untuk 12 pengemis yang ada di sana. Karena dikira salah satu pengemis, si lelaki itu menerima sepotong roti, sedangkan satu pengemis yang biasa menerima roti itu tak dapat bagian.”
“Iba melihat pengemis yang kelaparan, si lelaki itu pun rela memberikan rotinya kepada pengemis yang tidak kebagian jatah walaupun sejatinya ia sendiri sangat lelah dan kelaparan. Keesokan harinya, si lelaki itu meninggal karena kedinginan dan kelaparan.”
“Para malaikat kemudian menimbang amal perbuatan lelaki itu selama hidup. Para malaikat mendapati bahwa amal ibadahnya selama 70 tahun sebanding dengan dosa akibat maksiat besar selama 7 hari 7 malam dengan wanita.”
“Kemudian, para malaikat mendapati bahwa si lelaki di akhir hayatnya pernah dengan ikhlas, rela berkorban, dan penuh kasih sayang memberikan sepotong roti kepada pengemis yang kelaparan. Pahala sedekah sepotong roti itulah yang akhirnya membuat timbangan amal kebaikannya lebih berat, sehingga lelaki itu pun masuk surga.”
Abu Musa mengakhiri kisahnya dengan berpesan, "Anak-anakku tersayang, ingatlah lelaki dengan sepotong roti itu.”
Para Sahabat yang budiman, setidaknya ada tiga pelajaran yang dapat dipetik dari kisah di atas:
1. Kita harus berupaya menjauhi dosa besar (e.g., menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh, berzina, dsb.) yang dapat dengan mudah dan cepat “melahap” amal baik kita.
2. Jika kita berbuat dosa (baik besar maupun kecil), janganlah kita lalu berputus asa dari rahmat Allah dan berpikir bahwa kita tidak akan diampuni. Namun, bersegeralah bertaubat dan melakukan (berbagai) perbuatan baik untuk menghapus dosa tersebut:
Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Bertakwalah kamu kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutilah setiap perbuatan buruk (dosa) dengan perbuatan baik yang dapat menghapuskannya, serta pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik (HR. Tirmidzi no. 1987).
3. Perbuatan yang mungkin dianggap remeh atau kecil seperti sedekah sepotong roti (atau sepiring nasi) kepada orang yang kelaparan bisa jadi adalah pahala yang mengantarkan kita ke surga.
Referensi: Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, riwayat Abu Burdah dengan sanad yang jayyid (baik).
###
*
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar