ikl Tanya Kiai: Khatib Berhadats Saat Khutbah Jumat? - Bintang Songo

Search This Web

Popular Posts

Tanya Kiai: Khatib Berhadats Saat Khutbah Jumat?

Share it:


Pertanyaan (Sidiq Hartono):

Apakah khatib Jumat yang buang angin khutbahnya batal? Dan apakah harus mengambil wudhu dan mengulang khutbahnya dari awal?

Jawaban (Kiai Muhammad Hamdi):

Di antara syarat khatib khutbah Jumat adalah suci dari hadats kecil dan hadats besar. Jika khatib dalam keadaan tidak suci dari hadats kecil atau hadats besar, maka khutbahnya tidak sah. 

Salah satu penyebab hadats kecil adalah buang angin (kentut). Apabila di tengah-tengah khutbah Jumat sang khatib buang angin, maka ia harus berwudhu dan mengulang kembali khutbahnya. 

Ulama fikih nusantara Syeikh Nawawi Al-Bantani berkata:

فَلَوْ أَحْدَثَ فِي أَثْنَاءِ الخُطْبَةِ اِسْتَأْنَفَهَا وُجُوْبًا وَإِنْ سَبَقَهُ الْحَدَثُ وَقَصُرَ الْفَصْلُ بِخِلَافِ مَا لَوْ اسْتَخْلَفَ هُوَ أَوِ الْقَوْمُ وَاحِدًا مِنَ الحَاضِرِيْنَ فَإِنَّهُ يَبْنِيْ عَلَى مَا فَعَلَهُ الأَوَّلُ مِنَ الخُطْبَةِ

Jika khatib berhadats di tengah-tengah khutbah, maka ia wajib mengulangi khutbahnya, meskipun ia kelepasan (tidak sengaja) berhadats dan jedanya (setelah ia berwudhu dan kembali ke mimbar) pendek. Lain halnya jika ia atau kaum (jamaah) mengganti khatib dengan khatib lain dari salah satu jamaah yang hadir, maka ia (khatib pengganti) melanjutkan khutbah yang telah disampaikan oleh khatib pertama.

Ulama mazhab Syafii Syeikh Al-Khathib Asy-Syarbini juga berkata:

فَلَوْ أُوَلَيْسَ مِنْ شَرْطِ الْخُطْبَتَيْنِ الطَّهَارَةُ عَلَى الْمَشْهُوْرِ، لَكِنْ كُرِهَ فِيْهِمَا تَرْكُ الطُّهْرِ مِنَ الْحَدَثَيْنِ الْأَصْغَرِ وَالْأَكْبَرِ.غْمِيَ عَلَيْهِ أَوْ أَحْدَثَ فِي أَثْنَاءِ الْخُطْبَةِ اسْتَأْنَفَهَا وَلَوْ سَبَقَهُ الْحَدَثُ وَقَصُرَ الْفَصْلُ؛ لِأَنَّهَا عِبَادَةٌ وَاجِبَةٌ فَلَا تُؤَدَّى بِطَهَارَتَيْنِ كَالصَّلَاةِ، وَلَوْ أَحْدَثَ بَيْنَ الْخُطْبَةِ وَالصَّلَاةِ وَتَطَهَّرَ عَنْ قُرْبٍ لَمْ يَضُرَّ

Jika khatib pingsan atau berhadats di tengah-tengah khutbahnya, maka ia mengulangi khutbahnya meskipun ia kelepasan (tidak sengaja) berhadats dan jedanya pendek, karena khutbah adalah ibadah wajib, maka khutbah tidak bisa dilakukan dengan dua kali bersuci sebagaimana shalat. Jika ia berhadats di antara khutbah dan shalat Jumat dan ia segera bersuci, maka tidak apa-apa.

Ulama mazhab Syafii lainnya juga memiliki pendapat yang sama. Mereka sepakat bahwa suci dari hadats kecil dan hadats besar adalah salah satu syarat dari khutbah Jumat. Hal yang sama juga dikemukakan oleh ulama mazhab Hanafi

Sementara ulama mazhab Hanbali dan pendapat yang masyhur (terkenal) dari ulama mazhab Maliki adalah khatib tidak disyaratkan suci dari hadats. 

Ulama fikih kontemporer Wahbah Az-Zuhaili dalam menjelaskan pendapat ulama Maliki berkata:

وَلَيْسَ مِنْ شَرْطِ الْخُطْبَتَيْنِ الطَّهَارَةُ عَلَى الْمَشْهُوْرِ، لَكِنْ كُرِهَ فِيْهِمَا تَرْكُ الطُّهْرِ مِنَ الْحَدَثَيْنِ الْأَصْغَرِ وَالْأَكْبَرِ.

Menurut pendapat yang masyhur, suci dari hadats tidak termasuk syarat khutbah, tapi makruh jika khutbah dalam keadaan hadats.

Meskipun ulama mazhab Hanbali dan Maliki tidak mensyaratkan sucinya khatib dari dua hadats, tapi hal itu tidak serta merta dijadikan sebagai justifikasi bagi seseorang yang bermazhab Syafii untuk mengikuti pendapat mereka, karena mengikuti pendapat dari ulama yang berbeda mazhab diperbolehkan jika tidak menimbulkan talfiq, yaitu mencampuradukkan pendapat-pendapat dari ulama yang berbeda mazhab dalam satu objek hukum. Dalam hal ini, shalat Jumat adalah sebuah objek hukum.

Ulama fikih Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri berkata:

فَإِنْ نَقَصَ الْعَدَدُ عَنْ ذَلِكَ جَازَ تَقْلِيْدُ إِمَامٍ لَا يَشْتَرِطُ ذَلِكَ الْعَدَدَ بِشَرْطِ أَنْ يَحْتَرِزَ الْمُقَلِّدُ عَنِ التَّلْفِيْقِ.

Jika jumlah (jamaah shalat Jumat) kurang dari itu (40 orang), maka boleh mengikuti pendapat imam mazhab yang tidak mensyaratkan jumlah 40 orang, dengan syarat ia (muqallid) menjaga diri dari talfiq.

Ulama Syafii mensyaratkan jumlah jamaah shalat Jumat minimal adalah 40 orang. Jika kurang dari itu, maka boleh mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah yang mensyaratkan minimal 4 orang saja, dengan syarat semua praktik shalat Jumatnya termasuk khutbahnya dilakukan secara mazhab Hanafi.

Sahabat KESAN yang budiman, ulama Syafii dan Hanafi sepakat bahwa suci dari hadats kecil dan hadats besar adalah salah satu syarat dari khutbah Jumat. Oleh karena itu, jika di tengah-tengah khutbah Jumat sang khatib buang angin, maka ia harus berwudhu dan mengulang kembali khutbahnya, jika tidak, maka khutbahnya tidak sah.

Adapun ulama mazhab Hanbali dan mayoritas ulama mazhab Maliki berpendapat jika di tengah-tengah khutbah Jumat sang khatib buang angin, maka khatib tidak disyaratkan suci dari hadats. Berdasarkan pendapat ulama-ulama fikih di atas, sahabat bisa memilih pendapat yang dirasa paling meyakinkan bagi sahabat dengan pertimbangan ilmu agama yang dimiliki. 

sans-serif; font-size: 16px; line-height: 1.6; margin: 0px 0px 0.5em; padding: 0px 0px 1.5rem;">Wallahu A’lam bish Ash-Shawabi.

Referensi: Kasyifah As-Saja; Muhammad Nawawi Al-Bantani, Mughni Al-Muhtaj; Al-Khathib Asy-Syarbini, Nihayah Al-Muhtaj; Syamsuddin Ar-Ramli, Kitab Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah; Abdurrahman Al-Jaziri.

###

*Jika artikel di Website Bintang Songgo dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.*
Share it:

info

Islam

Kisah

Tanya Jawab

iklan

Post A Comment:

0 comments:

searching