Islam dan Pembaruan Teknologi
Tak dapat dipungkiri, percepatan perkembangan teknologi dapat memberikan segudang manfaat, tetapi sekaligus dapat menjadi mudharat (keburukan) jika tidak dapat dimanfaatkan secara bijak. Teknologi nuklir, misalnya, dapat menjadi sumber energi yang bermanfaat, tapi bisa juga diselewengkan menjadi senjata yang berpotensi menghancurkan dunia.
Ilmu pengetahuan sebagai cikal bakal perkembangan teknologi telah mengalami kemajuan yang pesat sejak abad ke-19. Saat ini dunia Barat berada di garda terdepan dalam kemajuan teknologi. Sejatinya umat Islam jangan mau ketinggalan; umat Islam harus bersemangat dalam mengembangkan teknologi.
Jauh sebelum negara barat mengetahui betapa pentingnya ilmu, Islam sudah menaruh perhatian di bidang ilmu pengetahuan. Pada abad ke-9 tepatnya di Baghdad, mulai terdengar nama ilmuwan muslim generasi awal seperti Al-Khawarizmi seorang ahli matematika pertama dengan karyanya Al-Jabar (830 M), yang hingga kini digunakan di hampir seluruh sekolah. Apa yang kita kenal sebagai algoritma sejatinya berasal dari Al-Khawarizmi.
Selain Al-Khawarizmi, Islam juga memiliki Ibnu Haitsam. Beliau adalah seorang sarjana muslim yang pertama kali mengenalkan prinsip sains dan ilmu Optik. Tak heran jika dunia menyebutnya sebagai Bapak Optik. Melalui bukunya Al-Manadhir, Ibnu Haitsam menjelaskan teori optik dan mekanisme penglihatan manusia untuk pertama kalinya.
Ibnu Haitsam juga berkontribusi besar terhadap pemahaman kita tentang cahaya. Salah satu karya Ibnu Haitsam yang paling monumental adalah ketika ia berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura, yang kemudian penemuan ini digunakan untuk menciptakan kamera permanen di tahun 1827 oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis.
Beralih ke dunia teknologi aviasi, Islam memiliki seorang ilmuwan cerdas bernama Ibnu Firnas. Beliau adalah orang pertama yang melakukan uji coba penerbangan pertama dan berhasil. Jauh sebelum Wright bersaudaramengenalkan pesawat terbang, di tahun 875 M Ibnu Firnas telah lebih dulu merancang alat terbang yang berhasil membuat dirinya mengudara selama beberapa menit di langit Cordoba.
Tentunya pada saat itu, alat terbang yang dirancang oleh Ibnu Firnas belum sempurna. Saat mengudara, ia sadar bahwa dirinya luput membuat bagian ekor untuk memperlambat kecepatan. Ia pun gagal mendarat sempurna dan mengalami cedera cukup parah. Belum sempat merancang ulang alat terbangnya, kondisi Ibnu Firnas kian memburuk dan menemui ajalnya tepat 12 tahun pasca uji coba alat terbang perdananya.
Meski begitu, pengalaman atau uji coba penerbangan yang dilakukan Ibnu Firnas menjadi bahan pelajaran dan kajian bagi ilmuwan-ilmuwan berikutnya. Sejatinya, eksperimen Ibnu Firnas menunjukkan bahwa dengan kalkulasi dan desain yang lebih matang, orang akan bisa terbang dan mendarat dengan selamat.
Jika kita melihat betapa jayanya peradaban Islam di masa lampau, tak cukup puas rasanya jika di era digital seperti saat ini umat Islam hanya menjadi penonton dan penikmat teknologi. Umat Islam pun harus tampil sebagai pencetus, penemu, dan pencipta.
Oleh karenanya banyak para putra-putri terbaik bangsa dan juga umat Islam memanfaatkan perkembangan teknologi yang serba digital untuk berkreasi dan mencipta. Misalnya, dengan membuat beragam aplikasi yang bisa dengan mudah menyebarkan dan mengenalkan Islam. Salah satu diantaranya adalah aplikasi yang dirancang oleh anak negeri untuk menemani dan mengedukasi umat Islam kapan pun dan di mana pun.
Sahabat yang budiman, terima kasih telah menjadi bagian tak terpisahkan dari aplikasi . Bersama, mari kita wujudkan kemandirian teknologi umat Islam. Selamat Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas).
###
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar