Pertanyaan (Zidan):
Saya Zidan dari Tegal. Saya seorang pengajar di salah satu SMP Islam Swasta, dan saya belum menikah. Yang saya ingin tanyakan adalah apa hukumnya seorang siswa/siswi mencium tangan seorang guru yang belum menikah?
Jawaban (Ustadz Zainol Huda & Redaksi KESAN):
Berjabat tangan dalam Islam memang disunnahkan ketika ada perjumpaan antara sesama muslim. Hukum sunnah ini disandarkan kepada konsensus (ijma’) ulama’ yang bersumber pada hadis Nabi Muhammad ﷺ:
Rasulullah ﷺ bersabda:
مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
Tidak ada (balasan) bagi dua orang muslim yang bertemu lalu saling berjabat tangan, kecuali diampuni dosanya sebelum mereka berpisah (HR. Abu Dawud no. 5212).
Lalu bagaimana hukum mencium tangan saat salaman?
Secara umum, para ulama sepakat tentang kebolehan mencium tangan saat bersalaman. Meskipun pada awalnya Imam Malik menolak terhadap kebolehan tersebut.
Terkait pandangan Imam Malik, salah seorang ulama fikih Imam Al-Abhari berpendapat bahwa ketidakbolehan (makruh) mencium tangan tersebut jatuh ketika dilakukan terhadap orang yang sombong dan diagungkan karena kekayaan dunia, jabatan, dan pangkatnya.
Namun, jika hal itu dilakukan atas dasar mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah), misalnya, karena kealiman sang tokoh, karena agamanya, karena kemuliaannya di sisi Allah, maka hal tersebut diperbolehkan.
Bahkan, tidak hanya mencium tangan, mencium dahi atau bagian tubuh tertentu selain aurat juga diperbolehkan.
Sejalan dengan pendapat tadi, Imam Nawawi menyatakan bahwa mencium tangan saat bersalaman disunnahkan terhadap seseorang yang zuhud, orang saleh, orang yang berilmu, orang yang mempunyai kedudukan mulia di sisi Allah, orang yang menjaga diri (wara’), dsb. Yang terpenting adalah mereka memiliki keistimewaan dalam urusan agama (umur al-diniyah).
Salah satu sahabat Rasulullah ﷺ, Abu Juhaifah, pernah melaporkan bahwa para sahabat menyalami dan mencium tangan Rasulullah ﷺ setelah shalat.
قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ، وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ، وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ. {قَالَ شُعْبَةُ} وَزَادَ فِيهِ عَوْنٌ عَنْ أَبِيهِ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ كَانَ يَمُرُّ مِنْ وَرَائِهَا الْمَرْأَةُ، وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ، فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، قَالَ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ، فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِي، فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ
Pernah Rasulullah ﷺ pergi ke Al-Batha' pada siang hari, kemudian berwudhu dan mendirikan dua rakaat shalat Zuhur dan dua rakaat shalat Ashar. Ada tongkat yang ditancapkan di hadapan beliau ﷺ dan orang lalu-lalang di depannya. (Usai shalat), orang-orang bangkit untuk bersalaman dengan Nabi dan mencium tangannya. Aku pun menyalami dan mencium tangannya. Aku perhatikan bahwa tangan beliau ﷺ lebih dingin dari es dan lebih harum dari minyak kesturi (HR. Bukhari no. 3553).
Salah seorang ulama hadis dan tafsir Imam Thabari ketika mengomentari hadis ini berkata, “Kebiasaan bersalaman setelah shalat berjamaah, terutama setelah shalat Asar dan Maghrib, itu tidak mengapa selama dilakukan untuk tujuan baik seperti mencari berkah, memperkuat ukhuwah (persaudaraan), dan sejenisnya.”
Berdasarkan penjelasan di atas, maka bersalaman dengan seorang guru sambil mencium tangannya hukumnya diperbolehkan, bahkan sunnah.
Lalu bagaimana dengan salaman antara murid dan guru yang berlainan jenis dan sudah mencapai usia baligh (dewasa)?
Para ulama sepakat bahwa bersentuhan kulit antar lawan jenis dihukumi haram dengan catatan sudah sama-sama dewasa (baligh), termasuk juga bersalaman, baik menimbulkan syahwat atau tidak.
Kecuali bersalaman kepada perempuan yang sudah lanjut usia, dalam pandangan umum perempuan tersebut sudah tidak menimbulkan syahwat, maka diperbolehkan. Demikian pula boleh bersalaman dengan orang laki-laki yang sudah lanjut usia. Pendapat ini diyakini mayoritas ulama mazhab Hanafi dan Hanbali.
Sementara itu, berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang sama-sama masih muda, maka menurut ulama empat mazhab hukumnya haram. Mazhab Hanbali menambahkan bahwa keharaman tersebut baik untuk berjabat tangan dengan ada penghalang, seperti sarung tangan, ataupun tanpa penghalang.
Seorang ulama fikih kontemporer Syeikh Wahbah Az-Zuhaili memperbolehkan berjabat tangan jika ada penghalang yang membatasi pertemuan kulit secara langsung.
Beliau berkata:
وَتَجُوزُ الْمُصَافَحَةُ بِحَائِلٍ يَمْنَعُ الْمَسَّ الْمُبَاشِرَ
Boleh bersalaman dengan penghalang yang mampu mencegah bersentuhan kulit yang langsung.
Sahabat yang budiman, berdasarkan kasus di atas, para ulama sepakat bahwa bersalaman antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram hukumnya haram.
Namun, sebagian ulama ada yang membolehkan salaman antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dengan syarat, yakni boleh bersalaman dengan laki-laki atau perempuan bukan mahram yang sudah lanjut usia, atau menggunakan penghalang (seperti sarung tangan) agar tidak menyentuh kulit secara langsung.
Wallahu A’lam bish Ash-Shawabi.
Referensi: Abi Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul Malik, Syarh Ibnu Bathal, Jilid XVII, hal. 51, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, Jilid XVIII, hal.1, Muhammad Abdurrahman Ibnu Abdurrahim Al- Mubarakfuriy, Tuhfah Al-Ahwadzi Syarh Sunan Al-Turmudzi, Jilid VII, hal. 39, Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, Jilid XVIII, hal.1, Muhammad bin Ahmad Al-Samarqandi, Tuhfah Al-Fuqaha’, Jilid III, hal. 334, Zainul Abidin Ibn Najim, Al-Bahr Al-Raiq Syarh Kanz Al-Daqaiq, Jili XXII, hal. 135.
###
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar