Tanya Kiyai: Duduk Imam Setelah Shalat Berjamaah?
Pertanyaan (Syukron):
Apakah ketika selesai shalat fardhu, menurut tuntunan sunnah nabi, posisi duduk kita jika menjadi imam tetap ke arah kiblat atau berputar ke arah makmum?
Apakah ketika selesai shalat fardhu, menurut tuntunan sunnah nabi, posisi duduk kita jika menjadi imam tetap ke arah kiblat atau berputar ke arah makmum?
Jawaban (Ustadz Muhammad Hamdi):
Ada perbedaan pendapat ulama tentang posisi duduk imam setelah salam dalam shalat berjamaah. Mazhab Maliki, Syafii, dan sebagian ulama dari mazhab Hanbali berpendapat bahwa imam duduk berputar menghadap ke sisi sebelah kanannya dengan menjadikan makmum berada di sebelah kanannya, dan kiblat di sebelah kirinya. Untuk di Indonesia, itu artinya imam menghadap ke utara.
Hal ini didasarkan pada Rasulullah ﷺ:
كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ
Kami apabila shalat di belakang Rasulullah ﷺ, maka kami menyukai berada di sebelah kanan beliau, beliau menghadap ke arah kami dengan wajah beliau (HR. Muslim no. 709).
Para ulama di atas juga berdalil dengan hadis Rasulullah ﷺ ini:
سَأَلْتُ أَنَسًا كَيْفَ أَنْصَرِفُ إِذَا صَلَّيْتُ عَنْ يَمِينِي أَوْ عَنْ يَسَارِي قَالَ أَمَّا أَنَا فَأَكْثَرُ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنْصَرِفُ عَنْ يَمِينِهِ
Aku bertanya kepada Anas, bagaimana aku ketika beranjak dari shalat, ke sebelah kanan ataukah kiri? Dia menjawab, "Adapun aku, paling banyak aku melihat Rasulullah ﷺ beranjak dari sebelah kanannya (HR. Muslim no. 1157).
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Zakaria Al-Anshari, Al-Khatib Asy-Syirbini, dan ulama yang lain dari kalangan Mazhab Syafii bahwa jika imam bermaksud berzikir dan berdoa setelah shalat, maka lebih diutamakan menghadap ke sisi kanan dari dirinya semula.
Mahmud Muhammad Khattab As-Subuki mengatakan bahwa HR. Muslim no. 709 di atas tidak bertentangan dengan hadis lain yang menyatakan bahwa Rasulullah ﷺ menghadap ke arah para makmum. Hadis tersebut adalah:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا صَلَّى صَلاَةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ
Nabi ﷺ apabila (selesai) shalat, maka beliau menghadap ke arah kami dengan wajah beliau (HR. Bukhari no. 845).
Hadis ini mengandung kemungkinan bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Rasulullah ﷺ beberapa kali saja, beliau ﷺ tidak selalu melakukannya. Bisa pula bermakna bahwa Beliau ﷺ hanya menghadap ke arah sebagian dari makmum, bukan ke seluruhannya.
Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Badruddin Mahmud Al-Aini mengatakan bahwa hikmah menghadapnya Rasulullah ﷺ ke arah para makmum adalah karena Beliau ﷺ ingin mengajarkan kepada sahabat/jamaah apa (ilmu) yang menjadi kebutuhan mereka.
Oleh karena itu, bagi imam yang keadaannya seperti Rasulullah ﷺ, yang bermaksud ingin mengajar atau memberi nasihat jamaahnya, maka sebaiknya menghadap ke arah makmum.
Adapun hikmah lainnya adalah agar orang yang baru masuk masjid mengetahui bahwa shalat telah selesai, karena jika imam tetap berada di dalam posisinya, maka bisa disangka bahwa ia masih dalam tasyahhud akhir (tahiyat akhir).
Sedangkan menurut Az-Zain Muhammad bin Munir (w. 683 H), hikmah imam menghadap makmum adalah agar imam tidak angkuh dan merasa tinggi di hadapan makmum.
Adapun sebagian ulama mazhab Hanbali berpendapat bahwa imam disunnahkan mengadap ke arah makmum berdasarkan pada HR. Bukhari no. 845 di atas. Para ulama ini memahami bahwa teks hadis menampakkan bahwa perbuatan tersebut merupakan kebiasaan Rasulullah ﷺ.
Sedangkan maksud dari HR. Muslim no. 709 di atas adalah bahwa Rasulullah ﷺ menghadap ke kanan terlebih dahulu ketika salam.
Adapun mazhab Hanafi berpendapat bahwa disunnahkan bagi imam menghadap ke sisi kiri. Mereka berdalil dengan hadis:
لاَ يَجْعَلَنَّ أَحَدُكُمْ لِلشَّيْطَانِ مِنْ نَفْسِهِ جُزْءًا لاَ يَرَى إِلاَّ أَنَّ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ لاَ يَنْصَرِفَ إِلاَّ عَنْ يَمِينِهِ أَكْثَرُ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنْصَرِفُ عَنْ شِمَالِهِ
Janganlah salah seorang dari kalian menjadikan setan dari dirinya satu bagian. Ia tidak meyakini bahwa yang benar adalah tidak beranjak kecuali ke arah kanannya, sesungguhnya aku banyak melihat Rasulullah ﷺ dan sesungguhnya beliau paling banyak beranjak ke sebelah kirinya (HR. Muslim no. 707).
Imam An-Nawawi mengkompromikan HR. Muslim no. 707 ini dengan HR. Muslim no. 1157 bahwa baik menghadap ke sisi kanan atau kiri sama saja, bisa dilakukan sesuai tuntutan kebutuhan imam. Namun apabila tuntutan kebutuhannya seimbang antara ke kanan atau ke kiri, maka yang lebih utama adalah menghadap ke sisi kanan.
Sahabat yang budiman, perlu dipahami bahwa tidak dibenarkan menganggap wajib seorang imam menghadap ke salah satu sisi dan menyalahkan orang yang menghadap sisi yang lainnya. Misalnya, menganggap wajib seorang imam menghadap ke sisi kanan dan menyalahkan imam yang menghadap ke sisi kiri.
Dengan demikian, apabila seorang imam telah selesai menunaikan shalat, maka ia hendaknya menghadap ke arah makmum, entah itu ke sisi kanan atau ke sisi kirinya.
Wallahu A’lam bish Ash-Shawabi.
Referensi: Fath al-Bari; Ibn Hajar Al-Asqalani, ‘Umdah Al-Qari; Badruddin Al-'Aini, Shahih Muslim Bisyarh An-Nawawi; An-Nawawi, Al-Manhall Al-'Adzb Al-Maurud; Mahmud Khattab As-Subuki, Mughni al-Muhtaj; Al-Khathib Asy-Syirbini.
*Jika artikel di Website Bintang Songgo dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.*
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar