ikl Sembilan Hikmah di Balik Musibah I - Bintang Songo

Search This Web

Popular Posts

Sembilan Hikmah di Balik Musibah I

Share it:
Sembilan Hikmah di Balik Musibah I

Imam Izzuddin bin Abdussalam (W. 660 H) adalah salah satu ulama besar asal Mesir yang dijuluki sultanul ulama (rajanya para ulama) karena keilmuan dan kealimannya. Beliau termasuk kelompok kecil ulama mumpuni yang menguasai dua mazhab yakni mazhab Syafii dan mazhab Maliki. 
Imam Muhammad Izzuddin Abdussalam pernah menulis kitab singkat berjudulAl-Fitan Wa Al-Balaya Wa Al-Mihan Wa Al-Razaya, yang menjelaskan sekurangnya 17 manfaat atau hikmah di balik musibah. Dalam kesempatan ini, Redaksi KESAN akan menampilkan sembilan hikmah yang bisa dipetik di balik musibah. (Kitab tersebut juga tersedia di aplikasi KESAN.) 
1. Sadar Allah adalah Tuhan, dan Manusia hanyalah Hamba 
Salah satu manfaat yang bisa dipetik saat musibah datang adalah kita kembali sadar bahwa sesungguhnya kita hanyalah manusia biasa yang memiliki keterbatasan. Dengan kesadaran yang demikian, kita kembali menempatkan diri kita sebagai hamba yang lemah dan tidak berdaya di hadapan Sang Penguasa. 
Kita menjadi sadar bahwa Allah lah Tuhan Yang Mahakuasa, Dia bisa mengirimkan musibah kepada makhluk-Nya dan Dia pula yang dapat mencabut musibah itu. Semua adalah ciptaan Allah, termasuk penderitaan dan musibah yang ditimpakan pada manusia. Karena hanya Allah yang mampu menciptakan musibah, maka Dia pula yang dapat menghilangkannya.
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ
Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
2. Sadar Akan Batas Kemampuan Kita 
Allah berfirman:
مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يُّؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ يَهْدِ قَلْبَهٗ ۗ
Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya (QS. At-Tagabun [64]:11).
Ketika seorang mukmin ditimpa musibah, maka sejatinya ia sedang diuji sesuai kapasitas keimanan, ketaatan, dan ketulusan mereka. Ia pun menjadi lebih paham akan kadar keimanan dan kesabarannya. 
Jika ingin tahu seberapa kokoh keimanan dan kesabaran kita, maka perhatikanlah bagaimana reaksi kita saat musibah pertama kali menerjang. Rasulullah  pernah bersabda:
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
Sesungguhnya kesabaran (sejati) itu (dinilai) ketika musibah pertama kali datang menghantam (HR. Bukhari no. 1283)
Nah, saat musibah pertama kali datang, bagaimankah reaksi kita? Panikkah atau sabarkah? Hanya kita sendiri yang tahu. 
Namun yang jelas, kita sebagai mukmin harus yakin bahwasanya Allah menguji kita sesuai dengan kesanggupan kita. Berarti, kita insyaAllah mampu keluar dari musibah tersebut. 
Allah berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. Al-Baqarah [2]: 286).



3. Timbul Keinginan Kembali kepada Allah
Salah satu manfaat diberikannya musibah bagi manusia adalah ia kembali menjadi pribadi yang sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah. Ia pun kemudian memiliki keinginan yang kuat untuk kembali pada Allah dan memohon perlindungan pada-Nya.
Allah berfirman:
وَاِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِى الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُوْنَ اِلَّآ اِيَّاهُۚ
Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia (QS. Al-Isra’ [17]: 67).
Di sini kita bisa melihat bagaimana musibah dapat memicu seseorang untuk beribadah dan berdoa kepada-Nya. 
Bukankah dalam setiap shalat kita berikrar: 
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan (QS. Al-Fatihah [1]: 5).
Kita juga bisa belajar dari sikap para nabi saat ditimpa musibah. Nabi Yunus, misalnya, saat ditimpa musibah ditelan ikan paus, seketika sadar beliau pun langsung berdoa dengan tulus: 
 لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ
Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim (QS. Al-Anbiya’ [21]: 87).
Bahkan Fir’aun yang mengklaim dirinya sebagai “Tuhan Tertinggi” harus menelan egonya dan merengek berdoa keselamatan di saat ia nyaris tenggelam di Laut Merah. 
Fir’aun berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang Muslim (berserah diri).”
Lalu Allah menjawabnya, “Mengapa baru sekarang (kamu beriman), padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Yunus [10]: 90-91).
Seperti yang disampaikan oleh Imam Izzuddin, hadirnya musibah sejatinya merupakan momen hikmah untuk semakin beribadah dan berdoa kepada-Nya. 
(Artikel ini bersambung)

*Jika artikel di Website Bintang Songgo dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.*
Share it:

Hukum

Islam

iklan

Post A Comment:

0 comments:

searching