ikl Hikmah KISAH – KISAH PENUNTUT ILMU (2) - Bintang Songo

Search This Web

Popular Posts

Hikmah KISAH – KISAH PENUNTUT ILMU (2)

Share it:

Hikmah KISAH – KISAH PENUNTUT ILMU (2)


MENGULANG-ULANG MEMBACA SUATU KITAB HINGGA BERKALI-KALI
Al-Muzani berkata: Aku telah membaca kitab arRisalah (karya asy- Syafi'i( sejak 50 tahun lalu dan setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak ditemukan sebelumnya.
Gholib bin Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby telah membaca Shahih alBukhari sebanyak 700 kali.

KESUNGGUHAN MENULIS
Ismail bin Zaid dalam semalam menulis 90 kertas dengan tulisan yang rapi.
Ahmad bin Abdid Da-im al-Maqdisiy telah menulis / menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab. Jika senggang, dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk dalam sehari menyalin 2 buku.
Ibnu Thahir berkata: saya menyalin Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abi Dawud 7 kali dengan upah, dan Sunan Ibn Majah 10 kali Ibnul Jauzy dalam setahun rata-rata menyalin 50-60 jilid buku
Muhammad bin Mukarrom yang lebih dikenal dengan Ibnu Mandzhur –penulis Lisaanul Arab- ketika meninggal mewariskan 500 jilid buku tulisan tangan
Abu Abdillah alHusain bin Ahmad alBaihaqy adalah seseorang yang cacat sehingga tidak memiliki jari tangan, namun ia berusaha untuk menulis dengan meletakkan kertas di tanah dan menahannya dengan kakinya, kemudian menulis dengan bantuan 2 telapak tangannya. Ia bisa menghasilkan tulisan yang jelas dan bisa dibaca. Kadangkala dalam sehari ia bisa menyelesaikan tulisan sebanyak 50-an kertas.
Beliau juga bercerita : "Saya telah menulis dengan dua jari saya ini 2.000 jilid kitab. Dan orang-orang bertaubat lewat tangan saya ini 100.000 orang." [Tadzkiratul Huffazh )4/1242(, Adz-Dzahabi]

SANGAT BERSEMANGAT DALAM MENCATAT FAIDAH
Al-Imam anNawawy berkata: Janganlah sekali-kali seseorang meremehkan suatu faidah (ilmu) yang ia lihat atau dengar. Segeralah ia tulis dan sering-sering mengulang kembali.
Al-Imam al-Bukhary dalam semalam seringkali terbangun, menyalakan lampu, menulis apa yang teringat dalam benaknya, kemudian beranjak akan tidur, terbangun lagi , dan seterusnya hingga 18 kali.
Abul Qosim bin Ward atTamiimy jika diberikan kepada beliau suatu kitab beliau akan membaca dari atas hingga bawah, jika menemukan faidah baru beliau tulis dalam kertas tersendiri hingga terkumpul suatu pokok bahasan khusus.
MENCARI ILMU MEMBUTUHKAN BIAYA
Syu'bah juga bercerita : "Saya menjual bejana warisan ibu saya seharga tujuh dinar untuk biaya belajar." [Tadzkiratul Huffazh (1/195), Adz- Dzahabi]
Imam Ahmad Rahimahullah bercerita : "Syu'bah tinggal di tempat Hakam bin Utbah, selama 18 bulan. Beliau menjual penyangga dan tiang rumahnya untuk biaya belajar." [Al'Ilal bi Ma'rifatir Rijal, Imam Ahmad]
Abu Ali Al-Hasan bin Ali Al-Balkhi Rahimahullah bercerita : "Saya penah tinggal di Asqalan untuk belajar dari Ibnu Mushahhih dan lain nya. Nafkah saya semakin menipis sehingga beberapa hari saya tidak bisa makan. Saya ingin menulis pelajaran, tetapi tidak bisa karena sangat lapar. Saya pergi ke toko roti dan duduk didekat roti tersebut untuk mencium aroma nya agar saya punya tenang. Kemudian Allah Subhanahu wa ta'ala membantu saya." [Tadzkiratul Huffazh )4/1173(, Adz-Dzahabi]

HADIR MAJLIS AWAL WAKTU
Ja'far bin Durustuwaish Rahimahullah bercerita : "Kami mengambil tempat duduk karena terlalu padat disebuah majelis kajian Ali bin Al- Madini Rahimahullah pada waktu Ashar untuk kajian esoknya. Kami menempatinya sepanjang malam, karena khawatir esoknya tidak mendapatkan tempat untuk mendengarkan kajian nya, karena penuh sesaknya manusia. Saya melihat seorang yang sudah tua di majelis tersebut, kencing di jubahnya, karena khawatir tempat duduknya diambil apabila ia berdiri untuk kencing." [Al-Jami' li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami' (2/199), Khatib al-Baghdadi]

BELAJAR DI TENGAH KETERBATASAN
Salim Ar-Razy Rahimahullah menceritakan bahwa Syaikh Hamid al- Isfirayaini Rahimahullah pada awalnya adalah seorang satpam disebuah rumah. Beliau belajar ilmu dengan cahaya lampu ditempat jaganya karena terlalu fakir dan tidak mampu membeli minyak untuk lampunya. Beliau makan dari gaji nya. [Thabaqatus Syafi'iyah Al-Kubra (4/61), As-Subki]
Imam Abu Hatim Ar-Razi Rahimahullah berkata : "Saya tinggal di Bashrah selama delapan bulan pada tahun 241 H. Didalam hati saya ingin tinggal selama setahun (agar bisa berlajar ilmu lagi), tetapi saya kehabisan nafkah. Maka saya menjual pakaian-pakaian saya sedikit demi sedikit,
sampai saya betul-betul tidak memiliki nafkah lagi." [Al-Jarh wa Ta'dil )hal 363), Ibnu Abi Hatim]

SIBUK MENCARI ILMU
Imam Abu Hatim Ar-Razi Rahimahullah juga bercerita : "Kami berada di Mesir selama tujuh bulan dan tidak pernah merasakan kuah makanan (karena sibuk untuk belajar sehingga tidak ada waktu untuk memasak makanan yang berkuah). Siang hari kami berkeliling ke para Masyaikh (guru) dan malam hari kami gunakan untuk menulis dan mengoreksi catatan kami.
Suatu hari, saya bersama seorang teman mendatangi salah seorang Syaikh. Dikabarkan kepada kami bahwa beliau sedang sakit. Kami pulang melewati sebuah pasar dan tertarik pada ikan yang sedang dijual. Kami membelinya. Setelah sampai dirumah, ternyata waktu kajian untuk Syaikh yang lain sudah tiba. Maka kamipun segera pergi ke sana (dan meninggalkan ikan tersebut dengan harapan bisa dimasak dilain waktu).





Lebih dari tiga hari ikan tersebut belum sempat dimasak karena kesibukan menuntut ilmu, hingga hampir busuk. Kami memakan nya mentah-mentah karena tidak punya waktu untuk menggorengnya. "Ilmu itu tidak akan bisa diraih dengan badan yang santai." [Al-Jarh wa Ta'dil (1/5), Ibnu Abi Hatim]
Share it:

Hikmah

Islam

iklan

Post A Comment:

0 comments:

searching