Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Bahtsul Masail NU, mohon maaf sebelumnya, karena pertanyaan kami tampak seperti mengada-ada.
Tetapi bagaimanapun pertanyaan ini tetap tersimpan di dalam hati kecil kami. Pertanyaan kami adalah kenapa agama mengharuskan kita bersujud dua kali dalam satu rakaat.
Sementara rukun shalat lainnya hanya dikerjakan sekali, yaitu membaca Surat Al-Fatihah, rukuk, itidal, duduk di antara dua sujud. Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
(Ali Abdul Ghafur/Ternate).
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Kami mencoba untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Perintah ibadah lazimnya dipahami oleh ulama sebagai masalah ta‘abbudi, wujud penghambaan manusia kepada Allah tanpa bisa dinalar mengapanya, yaitu mengapa shalat subuh terdiri atas dua rakaat, kenapa kita harus menghadap kiblat, dan seterusnya.
Lain halnya dengan masalah agama di luar ibadah seperti muamalah yang bersifat ta‘aqquli, suatu masalah agama yang bisa dinalar penjelasannya.
Sebagaimana diketahui bahwa rukun-rukun shalat hanya diperintahkan sekali dalam satu rakaat kecuali sujud. Kita diperintahkan untuk bersujud dua kali dalam satu rakaat. Kalau merujuk pada karya-karya para ulama, kita akan mendapati perbedaan pendapat di kalangan ulama untuk masalah ini.
Sebagian ulama mengatakan bahwa pengulangan sujud adalah perkara ta‘abbudi. Menurut mayoritas ulama Hanafi, pengulangan sujud adalah masalah ta‘abbudi sebagaimana keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli berikut ini.
وأما تكرار السجود فهو أمر تعبدي ، أي لم يعقل معناه على قول أكثر مشايخ الحنفية، تحقيقاً للابتلاء (الاختبار)
Artinya, “Pengulangan sujud termasuk kategori ta‘abudi, sebuah perintah agama yang maksudnya tidak bisa dinalar menurut mayoritas ulama Madzhab Hanafi, sebuah perwujudan ujian atau cobaan (bagi hamba-Nya).”
(Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 1, halaman 661).
Meskipun demikian, di kalangan ulama Hanafi sendiri masalah ini masih menjadi perdebatan. Ibnu Abidin, salah seorang pemuka ulama Hanafi belakangan, menyatakan bahwa pengulangan sujud adalah masalah ta‘aqquli sebagai keterangan berikut ini.
قَال : إِنَّ تَكْرَارَ السُّجُودِ أَمْرٌ تَعَبُّدِيٌّ ، أَيْ لَمْ يُعْقَل مَعْنَاهُ ، تَحْقِيقًا لِلاِبْتِلاَءِ . وَقَال ابْنُ عَابِدِينَ : وَقِيل : إِنَّهُ ثُنِّيَ تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ ، حَيْثُ أُمِرَ بِالسُّجُودِ مَرَّةً فَلَمْ يَسْجُدْ ، فَنَحْنُ نَسْجُدُ مَرَّتَيْنِ
Artinya, “Pengulangan sujud termasuk kategori ta‘abudi, sebuah perintah yang maksudnya tidak bisa dinalar, sebuah perwujudan ujian (bagi hamba-Nya).
Ibnu Abidin mengatakan, ‘Sebagian ulama mengartikan perintah sujud dua kali dalam satu rakaat sebagai penghinaan untuk setan di mana ia diperintah sekali sujud saja tidak mau, sedangkan manusia sujud sebanyak dua kali,’”
(Lihat Al-Mausu‘atul Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Kuwait, Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyah, Darus Salasil, juz XII, halaman 208).
Sedangkan KH Afifuddin Muhajir dari kalangan Syafi‘iyah dalam karyanya Fathul Mujibil Qarib sependapat bahwa pengulangan sujud adalah masalah ta‘aqquli. Hanya saja ia menjelaskan makna pengulangan sujud itu dari aspek ta‘aqquli yang berbeda dari penjelasan Ibnu Abidin.
وإنما كرر السجود دون غيره من الأركان لما فيه من زيادة التواضع بوضع أشرف الأعضاء على مواطئ الأقدام
Artinya, “Pengulangan sujud–bukan rukun shalat lainnya–bertujuan untuk menunjukkan kerendahan hati karena meletakan kepala sebagai anggota tubuh paling di atas lantai, tempat jejak kaki,”
(Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, cetakan pertama, 2014 M/ 1424 H, Situbondo, Al-Maktabah Al-As‘adiyah, halaman 44).
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
===*===
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar