Sebagai dzuriyah atau anak turun Kiai Muhammad Hasyim Asy’ari, Gus Dur sesungguhnya sangat dihormati dan sekaligus ditakuti oleh para santri ketika ditunjuk oleh Kiai Abdul Fattah (tentu sepengetahuan Kiai Wahab Chasbullah) sebagai kepala keamanan.
Tetapi, karena Gus Dur menerapkan sikap egaliter dan supel, membuatnya dekat dan akrab dengan semua santri. Semua teman-teman seangkatannya di Tambakberas Jombang, merasakan pribadi Gus Dur yang hangat, humoris, santai, dan tidak tinggi hati.
Ini bukan cerita tentang mencuri kutang milik santri putri atawa mencuri ikan milik kiai tetapi tentang bagaimana menyikapi denda sebagai bagian dari takzir di pesantren sebagai kepala keamanan. Cerita ini saya peroleh dari seorang kiai 10 atau 15 tahun lalu di Lombok. Kiai kita ini pernah sekamar dengan Gus Dur di Tambakberas.
Diceritakannya, sebagai santri, Gus Dur selain nggeleleng atau nyeleneh tapi pinter, juga satu-satunya yang punya sepeda ketika itu.
Sudah dikenal oleh para santri bahwa ada aturan langsung dari kiai/pengasuh bahwa semua santri dilarang keluar pesantren untuk nonton film di gedung biaskop maupun misbar (film diputar di lapangan kalau gerimis bubar).
Namun, saat itu ada judul film biaskop yang menarik perhatian Gus Dur. Kita tahu, selain suka nonton bioskop, putra sulung Kiai Wahid ini memang juga suka nonton wayang kulit dan seni tradisi lainnya. Gus Dur memang memiliki perhatian khusus pada seni.
Dibuatlah perjanjian dengan beberapa teman akrab Gus Dur untuk menonton film bersama. Namun sebagai kepala keamanan, Gus Dur tidak boleh melanggar aturan. Maka langsung berpikir tentang sepeda yang dimilikinya.
Gus Dur menggenjot sepeda diam-diam, tapi tidak menuju gedung bioskop, melainkan untuk menggadaikan sepedanya kepada seseorang. Uang hasil gadai sepeda bukan hanya untuk membeli karcis, tetapi untuk membayar denda sesuai aturan yang berlaku dari kiai, sisanya beli kacang rebus mungkin. Pendeknya, Gus Dur betul-betul persiapan secara matang: demi menonton film.
Setelah dapat uang gadai sepeda, Gus Dur sowan kiai secara langsung untuk mengutarakan niatnya bahwa dia bersama temannya akan nonton film sekaligus menyerahkan sejumlah uang untuk membayar denda.
Ahai… Gus Dur, karena jujur, dinasehtai bahwa denda dalam pelanggaran aturan itu bukan untuk mengumpulkan dana, tetapi untuk membuat jera.
“Jadi tidak bisa denda dibayar di depan. Pokonya dilarang,” ujar kiai kira-kira kepada Gus Dur.
Kali ini Gus Dur tidak berkutik
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar